"Tidak ada satupun orang dewasa di perguruan Sela yang mampu mengalahkan Danang Sutawijaya ketika mereka diadu bermain sodoran" kata Karebet.
Mendengar cerita Karebet, Ki Wuragil semakin heran atas ketangkasan olah kanuragan Danang Sutawijaya yang selalu menang ketika bermain sodoran.
Ki Wuragil ingat, sodoran adalah permainan ketangkasan orang dewasa, biasa dimainkan oleh para prajurit berkuda, sebuah permainan pertempuran diatas punggung kuda satu lawan satu, bersenjatakan sebuah tombak pendek, yang mempunyai ujung yang terbuat dari kayu berbentuk bulat sebesar buah manggis.
"Hm andaikan Sutawijaya bisa menjadi anakku" kata Karebet dalam hati.
Mereka berempat terbenam dalam pikiran masing-masing, dan merekapun melanjutkan makan dan minum air kelapa.
Setelah dirasa cukup beristirahat, merekapun segera akan melanjutkan perjalanan ke hutan Prawata.
"Mari kita lanjutkan pejalanan kita" kata Karebet.
Kemudian merekapun berdiri dan mulai berjalan meneruskan perjalanannya menuju ke arah timur.
Beberapa saat kemudian perjalanan mereka terhalang oleh sebuah sungai lebar, dan merekapun menyeberangi sungai dengan berjalan masuk ke air.
"Ini sungai Serang" kata Karebet.
"Untung saat ini sedang musim kemarau, jadi sungainya tidak terlalu dalam, kalau musim penghujan, air sungai menjadi agak tinggi" kata Jaka Wila.
Kemudian merekapun melanjutkan perjalanan, hutan kecil yang tidak begitu lebat telah mereka lalui, diselingi beberapa bulak panjang, serta melewati beberapa gundukan tanah yang agak tinggi.
Matahari sudah condong kebarat, hutan sudah mulai agak rapat, tetapi mereka berempat masih belum sampai di hutan Prawata.
Ketika melewati sebuah sungai kecil, merekapun semuanya berhenti, dan merekapun berniat bermalam disini.
"Malam ini bulan belum purnama, besok malam, baru bulan purnama, biasanya baru besok pagi Kanjeng Sultan berangkat dari Kraton, besok sore baru sampai di hutan Prawata, berarti kita masih punya waktu dua malam" kata Karebet.
"Pada bulan purnama, Kanjeng Sultan pergi berburu masuk ke hutan dengan para pengawalnya, esok paginya baru Kanjeng Sultan pulang dari berburu.
Setelah Kanjeng Sultan berada di perkemahan, baru kerbaunya kita lepas, kita masih punya waktu sehari besok untuk mencari kerbau liar di sekitar hutan ini, atau nanti di sekitar hutan Prawata" kata Karebet selanjutnya.
"Kita membersihkan diri dulu di sungai ini, lalu mencari tempat untuk tidur malam ini" kata Karebet
Beberapa saat kemudian ke empat orang itupun membersihkan diri di sungai.
"Setelah ini, kita berdua masuk ke hutan mencari kijang" kata Jaka Wila kepada Mas Manca.
"Baiklah" kata Mas Manca.
Tidak lama kemudian, setelah selesai membersihkan badan, Mas Manca dan Jaka Wila masuk ke hutan, sedangkan Ki Wuragil dan Karebet masih berada di tempat semula sambil mencari tempat yang bisa dipakai untuk tidur.
Matahari telah tenggelam, langit berangsur-angsur meredup, Karebetpun membuat sebuah perapian.
Didepan perapian, Ki Wuragil dan Karebet duduk sambil membakar beberapa jagung dan ketela pohon.
Ketika Karebet dan Ki Wiragil sedang membakar ubi kayu, terdengar suara langkah mendekat, dan sesaat kemudian munculah Jaka Wila dan Mas Manca.
"Kami tidak bertemu dengan seekor kijangpun, hanya dapat dua ekor ayam alas, ini ayamnya sudah kami bersihkan, tinggal dibakar" kata Jaka Wila.
"Jagung dan ubinya sudah dibakar, tinggal di makan" kata Ki Wuragil.
Mereka berempat melingkari perapian dan membakar daging ayam hutan.
"Perapiannya hampir padam, tambah ranting kayu lagi" kata Karebet sambil mencari ranting kayu kering disekitar perapian
Setelah daging ayam bakar habis dimakan empat orang, maka merekapun beristirahat menyandarkan badannya pada sebatang pohon.
Malampun semakin larut, perapian sudah lama padam, mereka berempat berkerudung kain panjang, berusaha untuk bisa tidur dan beristirahat.
Ketika fajar telah menyingsing, semburat warna merah terlihat di sebelah timur, alampun segera menjadi riang dengan kicau burung menyambut pagi.
Alam yang semakin terang, dan empat orang yang sedang berada di hutan, Karebet, Ki Wuragil beserta Mas Manca dan Jaka Wila, telah bangun dan membersihkan badannya di sungai.
Setelah selesai membersihkan diri, merekapun membuat api dan membakar ubi dan jagung untuk sekedar pengisi perut.
"Setelah dari sini kita berangkat ke hutan Prawata" kata Karebet :"Malam nanti bulan purnama penuh, biasanya Kanjeng Sultan berangkat dari Kraton pagi ini, nanti sore baru sampai di perkemahan hutan Prawata"
"Nanti kita cari kerbau liar di pinggir hutan atau di kubangan sungai yang ada di hutan"
Matahari sudah merayap naik di langit, mereka segera bersiap untuk meneruskan perjalanan.
Merekapun berjalan di pinggir hutan, sambil melihat disekitarnya kalau ada yang melihat seekor kerbau liar.
Waktu terus berjalan, sebelum tengah hari mereka sudah sampai dibibir hutan Prawata.
"Kalian bertiga tunggu disekitar daerah ini sambil kalian mencari seekor kerbau liar, aku akan masuk ke hutan untuk melihat perkemahan Kanjeng Sultan" kata Karebet.
"Baik, nanti kami akan mencari seekor kerbau liar" kata Ki Wuragil.
"Siapa tahu kita juga dapat seekor kijang" kata Jaka Wila.
"Nanti setelah aku melihat perkemahan, aku kembali ke sini" kata Karebet, kemudian iapun segera masuk kedalam hutan.
Hutan Prawata yang tidak terlalu lebat, memudahkan Karebet untuk berjalan menerobos pepohonan ke arah utara. Dengan menggunakan pedang pendeknya, Karebet memotong sulur-sulur maupun ranting-ranting yang mengganggu perjalanannya.
Karebet, anak muda yang telah mengenal hampir seluruh sudut wilayah Kasultanan Demak, tidak kesulitan untuk mencari arah menuju perkemahan Kanjeng Sultan Trenggana.
Ketika ditemuinya sebuah sungai kecil, Karebet pun mengikuti alur sungai menuju ke utara , dan setelah berjalan sekian lama, maka Karebet melihat beberapa buah gubug di sebuah tanah lapang, sebuah daerah yang pernah dikenalnya.
"Tempat ini masih seperti sewaktu aku kesini beberapa bulan yang lalu" kata Karebet dalam hati.
Dengan hati-hati Karebet berjalan mendekati beberapa gubug yang didirikan diatas tanah lapang yang tidak terlalu luas.
Dengan berlindung dibalik sebatang pohon, Karebet mengamati perkemahan yang nanti akan digunakan oleh Kanjeng Sultan Trenggana.
Ketika dilihatnya dua orang mengenakan pakaian petani yang dipinggangnya terselip sebuah pedang pendek dan mereka sedang mengatur beberapa perlengkapan perkemahan, maka tahulah Karebet bahwa nanti sore Kanjeng Sultan akan tiba di perkemahan hutan Prawata.
(bersambung)